BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Manusia merupakan makhluk Tuhan yang
dikaruniai pikiran. Inilah salah satu keistimewaan manusia dibandingkan dengan
makhluk lain ciptaan-Nya.
Dengan karunia itu manusia memiliki kemampuan untuk berpikir mengenai semua
yang ada dan yang mungkin ada dalam kehidupannya. Manusia memiliki kemampuan meragukan segala sesuatu, mampu bertanya, mampu menghubungkan gagasan - gagasan, dan mampu membuat sebuah kesimpulan dalam kegiatan
berpikirnya. Dengan kemampuan berpikir ini manusia mampu membangun dan
mengembangkan pengetahuannya. Dengan demikian, sejak manusia dilahirkan, sejak
itu pula mulai menggunakan pikirannya untuk berpikir dalam rangka membangun dan
mengembangkan pengetahuannya untuk mencapai tujuan hidupnya. Itulah sebenarnya perjalanan
filsafat seorang manusia sesuai dengan dimensi ruang dan waktunya.
Filsafat adalah sebuah kegiatan olah
pikir dan refleksi. yang dalam kenyataannya bermakna sangat luas melebihi
singkatnya kalimat itu. Luasnya makna filsafat tidak terlepas dari obyek
filsafat itu, yaitu semua yang ada dan yang mungkin ada. Refleksi terhadap
semua yang ada menjadi bahan pertimbangan untuk tindakan selanjutnya (yang mungkin
ada). Selama hidupnya setiap manusia pasti berpikir. Dengan demikian dalam
hidup dan kehidupannya manusia tidak bisa lepas dari filsafat. Manusia adalah
subyek sekaligus obyek dalam filsafat. Sebagai subyek karena terkait langsung
dengan kegiatan berpikir yang tidak lain adalah filsafat itu sendiri, sedangkan
sebagai obyek karena merupakan salah satu bagian kecil dari obyek filsafat yang
mencakup semua yang ada dan yang mungkin ada. Pertanyaan sederhana tentang
“apakah matematika itu?” adalah salah satu contoh pertanyaan filsafat yang
berkaitan dengan hakekat atau ontologi. Jawaban atas pertanyaan itu tidak
tunggal. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa jawaban atas pertanyaan itu
adalah sebanyak yang menjawabnya.
Dalam berpikir untuk mengembangkan pengetahuan
ilmiah, tentu tidak lepas dari alat atau sarana ilmiah. Sarana ilmiah yang
dimaksud meliputi beberapa hal yaitu bahasa, matematika, statistika, dan
logika. Hal ini memiliki peran yang sangat mendasar bagi manusia dalam proses
berpikir dan mengkomunikasikan dan mendokumentasikan jalan pikiran manusia.
Banyak sekali ilmu sosial menggunakan matematika sebagai sosiometri,
physicometri, econometric, dan lain sebagainya. Dapat dikatakan
bahwa fungsi matematika sama luasnya dengan fungsi bahasa yang berhubungan
dengan pengetahuan dan ilmu
pengetahuan. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka
salah satunya diperlukan matematika. Maka dari itu,
makalah ini akan membahas tentang pengertian matematika, matematika sebagai
bahasa, sifat kuantitatif dari matematika, matematika sebagai sarana berfikir
deduktif serta matematika untuk ilmu alam dan sosial.
B. Rumusan
Masalah
berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka pokok bahasan pada rumusan
masalah ini dapat di rumuskan sebagai berikut:
1.
Apa pengertian
matematika ?
2.
Apa kedudukan
matematika sebagai bahasa ?
3.
Apa sifat kuantitatif dari matematika ?
4.
Bagaimana matematika sebagai sarana berfikir deduktif ?
5.
Apa fungsi matematika untuk ilmu alam dan ilmu sosial ?
C. Tujuan
penulisan
1.
Untuk mengetahui
dan memahami apa pengertian matematika ?
2.
Untuk
mengetahui apa kedudukan matematika sebagai bahasa ?
3.
Untuk
mengetahui dan memahami apa sifat
kuantitatif dari matematika ?
4.
Untuk
mengetahui dan memahami bagaimana
matematika sebagai sarana berfikir deduktif ?
5.
Untuk
mengetahui dan memahami apa fungsi
matematika untuk ilmu alam dan ilmu sosial ?
BAB II
PEMBAHASAN
Perbedaan utama manusia dan binatang adalah
terletak pada kemampuan manusia untuk mengambil jalan melingkar dalam mencapai
tujuannya. Pemikiran binatang dipenuhi oleh kebutuhan yang menyebabkan mereka
secara langsung mencari objek yang diinginkan dan membuang benda yang menghalangi.
Sedangkan manusia sering disebut sebagai makhluk Homofaber, makhluk yang membuat alat. Dan kemampuan membuat alat
ini dimungkinkan oleh pengetahuan, dan perkembangan pengetahuan tersebut juga
memerlukan alat. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana
berpikir. Tersedianya sarana berpikir tersebut memungkinkan dilakukannya
penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah
ini merupakan suatu hal yang bersifat imperative bagi seorang ilmuan.
Tujuan mempelajari sarana ilmiah
adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik.,
sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan
pengetahuan yang memungkinkan kita untuk bisa masalah kita sehari-hari. Dalam
hal ini maka sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang
pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan metode
ilmiah.
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan
baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, dan
statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh
proses berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat
komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain.
Ditinjau dari pola pikirannya maka ilmu merupakan gabungan dari cara berpikir
deduktif dan induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada
proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan yang
penting dalam berpikir deduktif ini.
A. Pengertian
matematika
Matematika
dibandingkan dengan disiplin-disiplin ilmu yang lain mempunyai karakteristik
tersendiri. Banyak para ahli menyebutkan bahwa matematika itu berhubungan
dengan ide – ide atau konsep-konsep yang abstrak yang
penalarannya bersifat deduktif, namun orang-orang sering menyebut matematika
itu ilmu hitung.
Matematika
berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal
yang dipelajari, sedang dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang
kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Matematika memiliki bahasa dan
aturan yang terdefinisi dengan baik,
penalaran yang jelas dan sistematis, dan struktur atau
keterkaitan antar konsep
yang kuat. Unsur utama pekerjaan matematika
adalah penalaran deduktif yang bekerja atas
dasar asumsi ( kebenaran
konsistensi ). Selain itu,
matematika juga bekerja melalui penalaran induktif yang didasarkan fakta dan
gejala yang muncul untuk sampai pada perkiraan tertentu. Tetapi perkiraan ini,
tetap harus dibuktikan secara deduktif, dengan argumen yang konsisten.
Dari segi
pengetahuan, arti matematika sangat luas dan dapat
dikelompokkan dalam subsistem sesuai dengan semesta pembicaraannya. Dalam
setiap subsistem itu ada objek pembicaraan, ada metode pembahasan dan selalu
dipenuhi keajegan ( konsistensi ) pembahasan.
Menurut Karso
(1994:16) matematika adalah ilmu deduktif tentang struktur yang terorganisir,
sebab berkembang dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang
didefinisikan ke aksioma dan ke teori.
Anton Moeliono dalam Amin Suyitno (1997: 1) berpendapat bahwa matematika sebagai ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan. Sedangkan menurut Mohammad Soleh (1998: 12) pada dasarnya objek pembicaraan matematika adalah objek abstrak, metodologinya adalah deduktif, yaitu berawal dari pengertian dan pernyataan lalu diturunkan dari pengertian dan pernyataan pangkal sebelumnya yang telah dijelaskan atau dibuktikan kebenarannya.
Berdasarkan penjelasan di atas ditarik suatu kesimpulan bahwa matematika sebagai ilmu deduktif berkaitan struktur yang terorganisir, berkembang dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan ke aksioma dan ke teori, di mana objek pembicaraannya abstrak, serta selalu dipenuhi keajegan ( konsistensi ) pada pembahasannya. Dalam pembelajaranya, matematika biasanya terdiri bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan.
Anton Moeliono dalam Amin Suyitno (1997: 1) berpendapat bahwa matematika sebagai ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan. Sedangkan menurut Mohammad Soleh (1998: 12) pada dasarnya objek pembicaraan matematika adalah objek abstrak, metodologinya adalah deduktif, yaitu berawal dari pengertian dan pernyataan lalu diturunkan dari pengertian dan pernyataan pangkal sebelumnya yang telah dijelaskan atau dibuktikan kebenarannya.
Berdasarkan penjelasan di atas ditarik suatu kesimpulan bahwa matematika sebagai ilmu deduktif berkaitan struktur yang terorganisir, berkembang dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan ke aksioma dan ke teori, di mana objek pembicaraannya abstrak, serta selalu dipenuhi keajegan ( konsistensi ) pada pembahasannya. Dalam pembelajaranya, matematika biasanya terdiri bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan.
B. Matematika sebagai bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian
makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang
matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah makna diberikan
padanya. Tanpa itu maka matematika hanyalah kumpulan rumus-rumus yang mati.[1]
Yang paling sukar untuk menjelaskan kepada seseorang yang baru belajar
matematika.
Lambang-lambang dari matematika dibuat secara artificial dan
individual yang merupakan perjanjian yang berlaku. Sebuah objek yang sedang
kita telaah dapat dilambangkan dengan apa saja sesuai perjanjian. Misalnya
sedang mempelajari kecepatan jalan kaki seseorang, maka objek kecepatan jalan
kaki seseorang tersebut dapat kita lambangkan dengan x. dalam hal ini
maka x hanya mempunyai satu arti yakni kecepatan jalan seseorang.
Disamping itu lambang x tidak bersifat majemuk karena hanya melambangkan
kecepatan jalan seseorang dan tidak mempunyai arti yang lain. Demikian juga
jika dihubungkan dengan objek lain misalnya jarak yang ditempuh orang tersebut
yang dilambangkan dengan y, maka dapat dilambangakan hubungan dari kedua
objek tersebut misalnya z = y/x dimana z melambangkan
waktu yang diperlukan seseorang tersebut untuk menempuh jarak dengan kecepatan
jalan kaki. Pernyataan z = y/x jelas tidak mempunyai konotasi emosional
dan hanya mengemukakan informasi mengenai hubungan antara x, y dan z,
sehingga dari sini dapat dikatakan bahwa pernyataan matematik mempunyai sifat
yang jelas, spesifik dan informative dengan tidak menimbulkan konotasi yang
bersifat emosional.[2]
C.
Sifat kuantitatif dari matematika
Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal .
Matematika mengembangkan bahasa numeric yang memungkinkan kita untuk
melakukan pengukuran secara kuantitatif. Dengan bahasa verbal jika kita membandingkan dua
objek yang
berlainan misalnya gajah dan semut, maka kita dapat
mengatakan galah lebih besar dari pada semut. Jika ingin menelusuri lebih lanjut seberapa besar gajah dibandingkan dengan semut maka akan
mengalami kesulitan dalam menemukan hubungan tersebut dengan bahasa verbal. Kemudian jika secara
eksak ingin mengetahui berapa besar gajah bila dibandingkan dengan
semut maka akan berbeda dengan bahasa verbal.
Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang
bersifat kualitatif. Demikian juga maka penjelasan yang diberikan oleh ilmu
dalam bahasa verbal hanya bersifat kualitatif. Misalnya kita dapat mengetahui
logam yang dipanaskan akan memuai jika dipanaskan. Namun secara verbal
pengertian itu hanya sampai disitu. Kita tidak dapat mengatakan dengan tepat
berapa pertambahan panjangnya. Hal ini menyebabkan penjelasan yang diberikan bahasa verbal tidak bersifat
eksak, menyebabkan daya prediktif dan kontrol ilmu kurang cermat dan tepat.
Untuk mengatasi masalah ini matematika mengembangkan konsep
pengukuran. Lewat pengukuran kita dapat mengetahui dengan tepat berapa panjang sebatang logam semula dan
berapa pertambahan panjangnya setelah memuai jika logam tersebut dipanaskan.
Dengan mengetahui hal ini maka pernyataan ilmiah
berupa pernyataan kualitatif seperti logam akan memuai jika dipanaskan dapat
diganti dengan pernyataan matematik yang lebih eksak misalnya Pt
= P0(1+λt), dimana Pt panjang logam pada
temperatur t, P0 merupakan panjang logam pada temperatur nol
dan λ merupakan koefisien pemuaian logam tersebut.
Sifat kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya
presiktif dan kontrol dari ilmu. Ilmu yang memberikan
jawaban yang lebih eksak memungkinkan pemecahan masalah
yang secara lebih tepat
dan cermat. Matematika memungkinkan ilmu
mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke tahap kuantitatif.
Perkembangan ini merupakan suatu hal yang
imperative jika menginginkan prediksi dan kontrol yang lebih tepat dan
cermat.
D. Matematika sebagai sarana berfikir deduktif
Matematika merupakan ilmu deduktif, hal ini dikarenakan
penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi tidak didasari atas pengalaman seperti halnya yang terdapat dalam ilmu – ilmu empiris melainkan didasarkan
atas deduksi – deduksi atau penjabaran - penjabaran. Bagaimana orang dapat secara tepat
mengetahui ciri – ciri deduksi, merupakan satu masalah pokok yang dihadapi oleh
filsafat ilmu. Sekarang ini pendirian yang paling banyak dianut orang bahwa
deduksi ialah penalaran yang sesuai dengan hukum – hukum serta aturan – aturan
logika formal, dalam hal ini orang menganggap tidaklah mungkin titik tolak yang
benar menghasilkan kesimpulan – kesimpulan yang tidak benar.[3]
Matematika
merupakan pengetahuan dan sarana berfikir deduktif. Bahasa yang digunakan adalah
bahasa artifisial, yakni bahasa buatan. Keistimewaan bahasa ini adalah terbebas
aspek emotif dan efektif serta jelas kelihatan bentuk hubungannya. Dalam
penalaran deduktif, bentuk penyimpulan yang banyak digunakan adalah sistem
silogisme, dan bahkan silogisme ini disebut juga perwujudan pemikiran yang
sempurna.[4]
E. Matematika untuk ilmu alam dan ilmu
sosial
Matematika
merupakan salah satu puncak kegemilangan intelektual. Di samping pengetahuan
mengenai matematika itu sendiri, matematika juga memberikan bahasa, proses, dan
teori yang memberika ilmu suatu bentuk dan kekuasaan. Fungsi matematika menjadi
sangat penting dalam perkembangan berbagai macam ilmu pengetahuan. Perhitungan
matematis misalnya menjadi dasar desain ilmu teknik, metode matematis
memberikan inspirasi kepada pemikiran dibidang sosial dan ekonomi bahkan
pemikiran matematis dapat memberikan warna kepada kegiatan arsitektur dan seni
lukis.[5]
Dalam
perkembangan ilmu pengetahuan alam matematika memberikan kontribusi yang cukup
besar. Kontribusi matematika dalam perkembangan ilmu
alam, lebih ditandai dengan penggunaan lambang –
lambang bilangan untuk penghitungan dan pengukuran, di samping hal lain seperti
bahasa, metode, dan lainnya. Hal ini sesuai dengan objek ilmu alam, yaitu
gejala – gejala alam yang dapat diamati dan dilakukan penelaahan yang berulang
– ulang. Berbeda dengan ilmu sosial yang memiliki abjek penelaahan yang
kompleks dan sulit dalam melakukan pengamatan, di samping objek penelaahan yang
tak berulang maka kontribusi matematika tidak mengutamakan pada lambang –
lambang bilangan.
Adapun ilmu –
ilmu sosial dapat ditandai oleh kenyataan bahwa kebanyakan dari masalah yang
dihadapinya tidak mempunyai pengkuran yang mempergunakan bilangan dan
pengertian tentang ruang adalah sama sekali tidak
relevan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan
baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, dan
statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh
proses berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat
berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada
orang lain.
Ditinjau dari pola pikirannya maka ilmu merupakan gabungan
dari cara berpikir deduktif dan induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah
menyadarkan diri kepada
proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan yang
penting dalam berpikir deduktif ini. proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan
kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan
pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang diajukan.
Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir dengan baik pula. Salah satu langkah
kearah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar
peranan masing-masing sarana berpikir ilmiah tersebut dan keseluruhan proses
berpikir ilmiah itu sendiri yang salah satunya adalah matematika. Yang pertama
Matematika sebagai sarana berpikir deduktif, matematika merupakan
ilmu deduktif yang diperoleh karena penyelesaian
masalah-masalah yang tidak didasari atas pengalaman seperti halnya terdapat
dalam ilmu empiris. Melainkan didasarkan atas deduksi atau penjabaran. Yang
kedua matematika dalam ilmu sosial dan ilmu alam. Kontribusi matematika dalam
pengembangan ilmu alam lebih ditandai dengan penggunaan
simbol matematika untuk
perhitungan dan pengukuran. Intuisi sebagai dasar matematika memegang peranan
yang sangat penting untuk mengkonstruksi matematika sekaligus menyelidiki dan
menjelaskan bagaimana matematika dipahami
dalam bentuk geometri dan aritmatika
atau dalam perspektif ruang dan waktu.
B. Kritik dan
saran
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Masih banyak
kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik
yang kami sengaja maupun yang tidak kami sengaja. Maka dari
itu sangat kami harapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga dengan berbagai
kekurangan yang ada ini tidak mengurangi nilai-nilai dan
manfaat dari mempelajari filsafat ilmu tentang matematika sebagai
sarana ilmiah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Baktiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Beerling. 1998. Pengantar Filsafat
Ilmu. ttp : Tiara Wacana.
Suriasumantri, Jujun S. 2001. Ilmu dan Perspektif. Jakarta : Yayasan
Obor.
Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM. tth. Filsafat
Ilmu. Yogyakarta : Liberty Yogyakarta.
Filsafat
Matematika. Diakses dari: http://plato.stanford.edu/entries/philosophy-mathematics/
[1]
Jujun S. Suriasumantri , Ilmu dan
Perspektif, ( Jakarta : Yayasan Obor, 2001 ), Hal. 229.
[2] Ibid.,
Hal. 191.
[3]
Beerling, Pengantar Filsafat Ilmu, (
Ttp : Tiara Wacana, 1998 ), Hal. 23.
[4] Tim
Dosen Filsafat Ilmu UGM, Filsafat Ilmu,
( Yogyakarta : Liberty Yogyakarta, tth ), Hal. 78.
[5]
Jujun S. Suriasumantri , Ilmu dan
Perspektif, Op.Cit., Hal. 172.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar