Sabtu, 13 Desember 2014

makalah pkwn


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk Tuhan yang dikaruniai pikiran. Inilah salah satu keistimewaan manusia dibandingkan dengan makhluk lain ciptaan-Nya. Dengan karunia itu manusia memiliki kemampuan untuk berpikir mengenai semua yang ada dan yang mungkin ada dalam kehidupannya. Manusia memiliki kemampuan meragukan segala sesuatu, mampu bertanya, mampu menghubungkan gagasan - gagasan,  dan mampu membuat sebuah kesimpulan dalam kegiatan berpikirnya. Dengan kemampuan berpikir ini manusia mampu membangun dan mengembangkan pengetahuannya. Dengan demikian, sejak manusia dilahirkan, sejak itu pula mulai menggunakan pikirannya untuk berpikir dalam rangka membangun dan mengembangkan pengetahuannya untuk mencapai tujuan hidupnya. Itulah sebenarnya perjalanan filsafat seorang manusia sesuai dengan dimensi ruang dan waktunya.
Filsafat adalah sebuah kegiatan olah pikir dan refleksi. yang dalam kenyataannya bermakna sangat luas melebihi singkatnya kalimat itu. Luasnya makna filsafat tidak terlepas dari obyek filsafat itu, yaitu semua yang ada dan yang mungkin ada. Refleksi terhadap semua yang ada menjadi bahan pertimbangan untuk tindakan selanjutnya (yang mungkin ada). Selama hidupnya setiap manusia pasti berpikir. Dengan demikian dalam hidup dan kehidupannya manusia tidak bisa lepas dari filsafat. Manusia adalah subyek sekaligus obyek dalam filsafat. Sebagai subyek karena terkait langsung dengan kegiatan berpikir yang tidak lain adalah filsafat itu sendiri, sedangkan sebagai obyek karena merupakan salah satu bagian kecil dari obyek filsafat yang mencakup semua yang ada dan yang mungkin ada. Pertanyaan sederhana tentang “apakah matematika itu?” adalah salah satu contoh pertanyaan filsafat yang berkaitan dengan hakekat atau ontologi. Jawaban atas pertanyaan itu tidak tunggal. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa jawaban atas pertanyaan itu adalah sebanyak yang menjawabnya.
Dalam berpikir untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah, tentu tidak lepas dari alat atau sarana ilmiah. Sarana ilmiah yang dimaksud meliputi beberapa hal yaitu bahasa, matematika, statistika, dan logika. Hal ini memiliki peran yang sangat mendasar bagi manusia dalam proses berpikir dan mengkomunikasikan dan mendokumentasikan jalan pikiran manusia. Banyak sekali ilmu sosial  menggunakan matematika sebagai sosiometri, physicometri, econometric, dan lain sebagainya. Dapat dikatakan bahwa fungsi matematika sama luasnya dengan fungsi bahasa yang berhubungan dengan pengetahuan  dan ilmu pengetahuan. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka salah satunya diperlukan matematika. Maka dari itu, makalah ini akan membahas tentang pengertian matematika, matematika sebagai bahasa, sifat kuantitatif dari matematika, matematika sebagai sarana berfikir deduktif serta matematika untuk ilmu alam dan sosial.
B.       Rumusan Masalah
berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka pokok bahasan pada rumusan masalah ini dapat di rumuskan sebagai berikut:
1.         Apa pengertian matematika ?
2.         Apa kedudukan matematika sebagai bahasa ?
3.         Apa sifat kuantitatif dari matematika ?
4.         Bagaimana matematika sebagai sarana berfikir deduktif ?
5.         Apa fungsi matematika untuk ilmu alam dan ilmu sosial ?
C.      Tujuan penulisan
1.         Untuk mengetahui dan memahami apa pengertian matematika ?
2.         Untuk mengetahui apa kedudukan matematika sebagai bahasa ?
3.         Untuk mengetahui dan memahami apa sifat kuantitatif dari matematika ?
4.         Untuk mengetahui dan memahami bagaimana matematika sebagai sarana berfikir deduktif ?
5.         Untuk mengetahui dan memahami apa fungsi matematika untuk ilmu alam dan ilmu sosial ?
BAB II
PEMBAHASAN

Perbedaan utama manusia dan binatang adalah terletak pada kemampuan manusia untuk mengambil jalan melingkar dalam mencapai tujuannya. Pemikiran binatang dipenuhi oleh kebutuhan yang menyebabkan mereka secara langsung mencari objek yang diinginkan dan membuang benda yang menghalangi. Sedangkan manusia sering disebut sebagai makhluk Homofaber, makhluk yang membuat alat. Dan kemampuan membuat alat ini dimungkinkan oleh pengetahuan, dan perkembangan pengetahuan tersebut juga memerlukan alat. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya sarana berpikir tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperative bagi seorang ilmuan.
Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik., sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk  mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk bisa masalah kita sehari-hari. Dalam hal ini maka sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan metode ilmiah.
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Ditinjau dari pola pikirannya maka ilmu merupakan gabungan dari cara berpikir deduktif dan induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif ini.


A.      Pengertian matematika
Matematika dibandingkan dengan disiplin-disiplin ilmu yang lain mempunyai karakteristik tersendiri. Banyak para ahli menyebutkan bahwa matematika itu berhubungan dengan ide ide atau konsep-konsep yang abstrak yang penalarannya bersifat deduktif, namun orang-orang sering menyebut matematika itu ilmu hitung.
Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari, sedang dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan  penalaran. Matematika memiliki bahasa dan aturan yang terdefinisi                  dengan baik, penalaran yang jelas dan sistematis, dan struktur                                 atau keterkaitan antar konsep yang kuat. Unsur utama pekerjaan                       matematika adalah penalaran deduktif yang bekerja atas dasar asumsi                        ( kebenaran konsistensi ). Selain itu, matematika juga bekerja melalui penalaran induktif yang didasarkan fakta dan gejala yang muncul untuk sampai pada perkiraan tertentu. Tetapi perkiraan ini, tetap harus dibuktikan secara deduktif, dengan argumen yang konsisten.
Dari segi pengetahuan, arti matematika sangat luas dan                              dapat dikelompokkan dalam subsistem sesuai dengan semesta pembicaraannya. Dalam setiap subsistem itu ada objek pembicaraan, ada metode pembahasan dan selalu dipenuhi keajegan ( konsistensi ) pembahasan.
Menurut Karso (1994:16) matematika adalah ilmu deduktif tentang struktur yang terorganisir, sebab berkembang dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan ke aksioma dan ke teori.
Anton Moeliono dalam Amin Suyitno (1997: 1) berpendapat bahwa matematika sebagai ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan. Sedangkan menurut Mohammad Soleh
                     (1998: 12) pada dasarnya objek pembicaraan matematika adalah objek abstrak, metodologinya adalah deduktif, yaitu berawal dari pengertian dan pernyataan lalu diturunkan dari pengertian dan pernyataan pangkal sebelumnya yang telah dijelaskan atau dibuktikan kebenarannya.
Berdasarkan penjelasan di atas ditarik suatu kesimpulan bahwa matematika sebagai ilmu deduktif berkaitan struktur yang terorganisir, berkembang dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan ke aksioma dan ke teori, di mana objek pembicaraannya abstrak, serta selalu dipenuhi keajegan
                   ( konsistensi ) pada pembahasannya. Dalam pembelajaranya, matematika biasanya terdiri bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan.
B.       Matematika sebagai bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna  dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah makna diberikan padanya. Tanpa itu maka matematika hanyalah kumpulan rumus-rumus yang mati.[1] Yang paling sukar untuk menjelaskan kepada seseorang yang baru belajar matematika.
Lambang-lambang dari matematika dibuat secara artificial dan individual yang merupakan perjanjian yang berlaku. Sebuah objek yang sedang kita telaah dapat dilambangkan dengan apa saja sesuai perjanjian. Misalnya sedang mempelajari kecepatan jalan kaki seseorang, maka objek kecepatan jalan kaki seseorang tersebut dapat kita lambangkan dengan x. dalam hal ini maka x hanya mempunyai satu arti yakni kecepatan jalan seseorang. Disamping itu lambang x tidak bersifat majemuk karena hanya melambangkan kecepatan jalan seseorang dan tidak mempunyai arti yang lain. Demikian juga jika dihubungkan dengan objek lain misalnya jarak yang ditempuh orang tersebut yang dilambangkan dengan y, maka dapat dilambangakan hubungan dari kedua objek tersebut misalnya z = y/x dimana z melambangkan waktu yang diperlukan seseorang tersebut untuk menempuh jarak dengan kecepatan jalan kaki. Pernyataan z = y/x jelas tidak mempunyai konotasi emosional dan hanya mengemukakan informasi mengenai hubungan antara x, y dan z, sehingga dari sini dapat dikatakan bahwa pernyataan matematik mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan informative dengan tidak menimbulkan konotasi yang bersifat emosional.[2]
C.     Sifat kuantitatif dari matematika
Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan                  bahasa verbal . Matematika mengembangkan bahasa numeric                                  yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Dengan bahasa verbal jika kita membandingkan dua objek yang                     berlainan misalnya gajah dan semut, maka kita dapat mengatakan                          galah lebih besar dari pada semut. Jika ingin menelusuri lebih                               lanjut seberapa besar gajah dibandingkan dengan semut maka akan mengalami kesulitan dalam menemukan hubungan tersebut dengan                    bahasa verbal. Kemudian jika secara eksak  ingin mengetahui berapa                        besar gajah bila dibandingkan dengan semut  maka akan berbeda                        dengan bahasa verbal.
Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Demikian juga maka penjelasan yang diberikan oleh ilmu dalam bahasa verbal hanya bersifat kualitatif. Misalnya kita dapat mengetahui logam yang dipanaskan akan memuai jika dipanaskan. Namun secara verbal pengertian itu hanya sampai disitu. Kita tidak dapat mengatakan dengan tepat berapa pertambahan panjangnya. Hal ini menyebabkan penjelasan yang diberikan bahasa verbal tidak bersifat eksak, menyebabkan daya prediktif dan kontrol ilmu kurang cermat dan tepat.
Untuk mengatasi masalah ini matematika mengembangkan konsep pengukuran. Lewat pengukuran kita dapat mengetahui dengan tepat                      berapa panjang sebatang logam semula dan berapa pertambahan panjangnya setelah memuai jika logam tersebut dipanaskan. Dengan mengetahui                        hal ini maka pernyataan ilmiah berupa pernyataan kualitatif seperti                      logam akan memuai jika dipanaskan dapat diganti dengan pernyataan matematik yang lebih eksak misalnya Pt = P0(1+λt), dimana Pt  panjang logam pada temperatur t, P0 merupakan panjang logam pada temperatur nol dan λ merupakan koefisien pemuaian logam tersebut.
Sifat kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya presiktif                    dan kontrol dari ilmu. Ilmu yang memberikan jawaban yang lebih                       eksak memungkinkan pemecahan masalah yang secara lebih tepat                       dan cermat. Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan                  dari tahap kualitatif ke tahap kuantitatif. Perkembangan ini merupakan                suatu hal yang imperative jika menginginkan prediksi dan kontrol yang                  lebih tepat dan cermat.
D.      Matematika sebagai sarana berfikir deduktif
Matematika merupakan ilmu deduktif, hal ini dikarenakan penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi tidak didasari atas                 pengalaman seperti halnya yang terdapat dalam ilmu ilmu empiris            melainkan didasarkan atas deduksi deduksi  atau penjabaran - penjabaran.  Bagaimana orang dapat secara tepat mengetahui ciri – ciri deduksi, merupakan satu masalah pokok yang dihadapi oleh filsafat ilmu. Sekarang ini pendirian yang paling banyak dianut orang bahwa deduksi ialah penalaran yang sesuai dengan hukum – hukum serta aturan – aturan logika formal, dalam hal ini orang menganggap tidaklah mungkin titik tolak yang benar menghasilkan kesimpulan – kesimpulan yang tidak benar.[3]
Matematika merupakan pengetahuan dan sarana berfikir deduktif. Bahasa yang digunakan adalah bahasa artifisial, yakni bahasa buatan. Keistimewaan bahasa ini adalah terbebas aspek emotif dan efektif serta jelas kelihatan bentuk hubungannya. Dalam penalaran deduktif, bentuk penyimpulan yang banyak digunakan adalah sistem silogisme, dan bahkan silogisme ini disebut juga perwujudan pemikiran yang sempurna.[4]
E.       Matematika untuk ilmu alam dan ilmu sosial
Matematika merupakan salah satu puncak kegemilangan intelektual. Di samping pengetahuan mengenai matematika itu sendiri, matematika juga memberikan bahasa, proses, dan teori yang memberika ilmu suatu bentuk dan kekuasaan. Fungsi matematika menjadi sangat penting dalam perkembangan berbagai macam ilmu pengetahuan. Perhitungan matematis misalnya menjadi dasar desain ilmu teknik, metode matematis memberikan inspirasi kepada pemikiran dibidang sosial dan ekonomi bahkan pemikiran matematis dapat memberikan warna kepada kegiatan arsitektur dan seni lukis.[5]
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan alam matematika memberikan kontribusi yang cukup besar. Kontribusi matematika                       dalam perkembangan ilmu alam, lebih ditandai dengan penggunaan                               lambang – lambang bilangan untuk penghitungan dan pengukuran, di samping hal lain seperti bahasa, metode, dan lainnya. Hal ini sesuai dengan objek ilmu alam, yaitu gejala – gejala alam yang dapat diamati dan dilakukan penelaahan yang berulang – ulang. Berbeda dengan ilmu sosial yang memiliki abjek penelaahan yang kompleks dan sulit dalam melakukan pengamatan, di samping objek penelaahan yang tak berulang maka kontribusi matematika tidak mengutamakan pada lambang – lambang bilangan.
Adapun ilmu – ilmu sosial dapat ditandai oleh kenyataan bahwa kebanyakan dari masalah yang dihadapinya tidak mempunyai pengkuran yang mempergunakan bilangan dan pengertian tentang ruang adalah                     sama sekali tidak relevan. 










BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Untuk                dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses                berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain.
Ditinjau dari pola pikirannya maka ilmu merupakan gabungan dari cara berpikir deduktif dan induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif                    ini. proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana                    berpikir dengan baik pula. Salah satu langkah kearah penguasaan itu                   adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir ilmiah tersebut dan keseluruhan proses berpikir ilmiah itu sendiri yang salah satunya adalah matematika. Yang pertama Matematika sebagai sarana                         berpikir deduktif, matematika merupakan ilmu deduktif yang                         diperoleh karena penyelesaian masalah-masalah yang tidak didasari atas pengalaman seperti halnya terdapat dalam ilmu empiris. Melainkan didasarkan atas deduksi atau penjabaran. Yang kedua matematika                      dalam ilmu sosial dan ilmu alam. Kontribusi matematika dalam pengembangan  ilmu alam lebih ditandai dengan penggunaan simbol matematika untuk perhitungan dan pengukuran. Intuisi sebagai                              dasar matematika memegang peranan yang sangat penting untuk mengkonstruksi matematika sekaligus menyelidiki dan menjelaskan bagaimana matematika dipahami  dalam bentuk geometri dan aritmatika                atau dalam perspektif  ruang dan waktu.
B.  Kritik dan saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari  kesempurnaan. Masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah                              ini, baik yang kami sengaja maupun yang tidak kami sengaja. Maka dari                   itu sangat kami harapkan saran dan kritik yang membangun dari                         pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga dengan                          berbagai kekurangan yang ada ini tidak mengurangi nilai-nilai dan                   manfaat dari mempelajari filsafat ilmu tentang matematika sebagai sarana ilmiah ini.



















DAFTAR PUSTAKA

Baktiar,  Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Beerling. 1998. Pengantar Filsafat Ilmu. ttp : Tiara Wacana.
Suriasumantri, Jujun S. 2001.  Ilmu dan Perspektif. Jakarta : Yayasan Obor.
Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM. tth. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Liberty Yogyakarta.


[1] Jujun S. Suriasumantri , Ilmu dan Perspektif, ( Jakarta : Yayasan Obor, 2001 ), Hal. 229.
[2] Ibid., Hal. 191.
[3] Beerling, Pengantar Filsafat Ilmu, ( Ttp : Tiara Wacana, 1998 ), Hal. 23.
[4] Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, Filsafat Ilmu, ( Yogyakarta : Liberty Yogyakarta, tth ), Hal. 78.
[5] Jujun S. Suriasumantri , Ilmu dan Perspektif, Op.Cit., Hal. 172.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar