Senin, 22 Desember 2014

kegiatan saluran distribusi



Macam macam Perantara dalam kegiatan saluran distribusi
Yang dimaksud dengan perantara adalah mereka yang membeli dan menjual barang-barang tersebut dan memilikinya, mereka bergerak di bidang perdagangan besar dan pengecer.
a. Pedagang Besar
Istilah pedagang besar ini hanya digunakan pada perantara yang terikat dengan kegiatan perdagangan besar dan biasanya tidak melayani penjualan eceran kepada konsumen akhir. Adapun defi nisi pedagang besar ini adalah sebagai berikut.
Pedagang besar adalah sebuah unit usaha yang membeli dan menjual kembali barang-barang kepada pengecer dan pedagang lain dan atau kepada pemakai industri, pemakai lembaga dan pemakai komersial yang tidak menjual dalam volume yang sama kepada konsumen akhir. Beberapa pedagang besar di antaranya adalah:
1. Grosir (Wholesaler)
Grosir adalah orang/pengusaha yang membuka usaha dagang dengan membeli dan menjual kembali barang dagangan kepada pengecer, pedagang besar lannya, perusahaan industri, lembaga pemerintah/swasta dan sebagainya. Jumlah barang yang diperjualbelikan relatif besar. Para grosir ini tidak melakukan penjualan secara eceran. Pada dasarya grosir termasuk jenis pedagang besar.
2. Makelar
Makelar adalah orang/pengusaha/pedagang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan besar sebagai yang mewakili pihak penjual maupun pihak pembeli dengan wewenang yang terbatas. Makelar ini tidak mempunyai hak milik atas barang. Ia (mereka) hanya merupakan wakil untuk menutup persetujuan jual beli dan kepadanya diberikan imbalan jasa (upah persentase) yang disebut kurtase (courtage).
Seorang makelar harus bertanggung jawab atas kerugian akibat kesalahannya. Tugas makelar adalah:
- Mengadakan pembukuan atau catatan harian tentang perbuatan atau usaha-usahanya.
- Menyampaikan salinan surat-surat kepada hakim/pengadilan apabila diminta.
- Menyimpan contoh-contoh barang dalam hal jual beli dengan contoh, sampai pada penyerahan barang yang dijualnya atau yang dibelinya.
- Menyampaikan catatan dan surat-surat bukti kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
- Menjalankan tugas dan kewajiban dengan baik, jujur dan penuh rasa tanggung jawab.
- Bertindak sebagai pemisah yang adil apabila terjadi perselisihan antara penjual dengan pembeli.
Seorang makelar adalah pedagang perantara yang membuka usahanya di bidang perantara atas izin pengusaha setempat atas nama presiden. Seorang makelar sebelum membuka usahanya terlebih dahulu disumpah di muka hakim. Isi sumpah menyatakan kesanggupan untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, jujur dan bertanggung jawab. Biasanya sebelum kepala daerah menetapkan makelar terlebih dahulu meminta saran dari perhimpunan dagang (KADIN) setempat mengenai pengetahuan dalam bidang kemakelaran.
2. Komisioner (factor commision agent).
Komisioner adalah orang/pengusaha/pedagang yang melakukan persetujuan jual beli atas namanya sendiri untuk pihak tertentu yang menyuruh (principal) dengan mendapatkan imbalan jasa persentase yang disebut komisi/ provisi atau factorage.Dalam usahanya komisioner bertindak atas namanya sendiri, oleh sebab itu tidak wajib memberitahukan kepada komitenya, dengan siapa mengadakan hubungan dagang. Yang penting ia bertanggung jawab atas barang-barang dagangannya.Seorang komisioner dalam proses pengangkatannya sebagai komisioner berbeda sekali dengan makelar yang harus diangkat dan disumpah oleh pengadilan. Komisioner tidak perlu disumpah dan tidak perlu ada surat pengangkatan dari pejabat. Ia sebagai wakil tidak langsung dari pihak yang bersangkutan, dapat bertindak atas namanya sendiri, tetapi ia menanggung risiko keuangan.
3. AgenDi dalam dunia perusahaan, agen dagang sebagai perantara sangat membantu memajukan usaha. Pada umumnya agen atau perantara itu menghubungkan antara produsen dengan pedagang, pedagang dengan pedagang dan pedagang dengan konsumen.Perantara dagang adalah pihak ketiga yang sehari-hari melakukan kegiatan hukum, yang menyangkut masalah jual beli atas namanya sendiri maupun atas nama orang lain. Agen atau perantara adalah persetujuan seseorang untuk memberi kuasa kepada orang lain yangmenerimanya untuk menyelenggarakan suatu urusan dari orang yang menyuruhnya. Menurut statusnya perantara itu dibedakan menjadi 2 (dua) macam, sebagai perantara/agen dagang yang kedudukannya sebagai wakil pengusaha dan perantara dagang yang berdiri sendiri.
1) Perantara/agen dagang sebagai wakil pengusaha, yang tugas dan fungsinya sebagai bawahan, mempunyai hubungan kerja tetap dengan pengusaha, ikut bertanggung jawab memajukan perusahaan dengan menawarkan barang-barang produksi perusahaan di mana ia mempunyai hubungan tetap kepada pihak konsumen. Biasanya tugas yang dijalankan berdasarkan perjanjian kerja yang disepakati sebelumnya. Misalnya karyawan, pemegang
prokurasi.
2) Perantara/agen dagang yang berdiri sendiri, yaitu perantara/agen yang membuka usahanya bebas sendiri yang tidak terikat pada satu pengusaha yang menyuruhnya. Misalnya para makelar, ekspeditur dan komisioner.

b. Pedagang Eceran (Retailer)
Perdagangan kecil meliputi semua kegiatan yang berhubungan secara langsung dengan penjualan barang dan jasa kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi (bukan untuk keperluan usaha). Namun demikian tidak menutup kemungkinan adanya penjualan secara
langsung dengan para pemakai industri karena tidak semua barang industri selalu dibeli dalam jumlah besar. Secara defi nitive dapat dikatakan bahwa:
Pengecer/Retailer/Toko pengecer adalah sebuah lembaga yang melakukan kegiatan usaha menjual barang kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi (nonbisnis).
Fungsi perdagangan eceran ini adalah penting sekali karena merupakan perantara terakhir yang berhubungan dengan konsumen sehingga mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kelancaran penjualan sampai pada tempat-tempat yang terpencil tempatnya.
Dengan adanya pedagang eceran secara tidak langsung merupakan service kepada konsumen, sebab konsumen dapat membeli dalam sejumlah kecil sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya, pada tempat yang dekat dan dengan harga yang pantas pula. Pedagang eceran (retailer) dapat digolongkan/diklasifikasikan sebagai berikut.
a. Pedagang eceran kecil
Pedagang eceran kcil adalah pedagang eceran yang dalam kegiatannya mengadakan perdagangan di tempat yang tetap maupun tidak tetap.
1. Pedagang eceran kecil yang mempunyai tempat tetap, adalah para pedagang yang membuka kios, depot, warung, toko kecil, atau pasar.
a) Kios (kiosk) adalah tempat usaha kecil yang menjual barang dagangan secara eceran, yang macam barangnya hanya satu atau beberapa macam saja. ”Jongko” dapat juga diklasifi kasikan sebagai kios.
Contoh - kios : kios bensin, kios bunga, kios Rokok, dan lain-lain - jongko : jongko sayuran, jongko makanan, minuman, dan lain-lain.
b) Depot adalah tempat usaha untuk memasarkan barang/jasa kepada para pedagang lain maupun konsumen terakhir.
Contoh: depot es batu, depot susu murni, depot seni, dan lainlain.
c) Warung adalah tempat usaha dagang eceran kecil yang tempatnya dekat ke permukiman konsumen. Barang dagangan yang dijualnya beraneka ragam yang biasanya sesuai dengan kebutuhan rumah tangga para konsumen.
Contoh: warung-warung yang ada di dekat kediaman kamu.
d) Toko kecil adalah tempat usaha dagang yang skalanya lebih besar daripada warung. Jenis barang yang diperdagangkannya ada yang lebih banyak (komplit) daripada warung, ada juga yang tidak komplit.
Contoh: toko kecil serba ada, toko kelontong, toko besi, took onderdil, toko kue, dan sebagainya. Tempat toko kecil ini biasanya strategis, ada yang dekat dengan permukiman penduduk dan ada pula di pusat kota.
e) Pasar adalah tempat usaha dagang para pedagang eceran kecil yang masing-masing menempati kios, jongko, atau kios yang tersedia di pasar itu. Jenis barang yang diperdagangkan sangat beraneka ragam, dari mulai kebutuhan dapur (bumbu dan makanan), barang kelontong, sayur-mayur, kue, ikan asin, daging, ikan basah (tawar dan laut) sampai pakaian dan lain-lain.
2. Pedagang eceran kecil yang tidak mempunyai tempat tetap, adalah para pedagang yang melakukan kegiatan dagangnya dengan cara berpindah-pindah. di antaranya adalah:
a) Pedagang keliling
1) Yang menggunakan mobil, motor, sepeda dan roda dorong, pedagang ice cream, pedagang roti, pedagang roti hot dog dan hamburger, pedagang jamu, pedagang daging, pedagang ikan, pedagang sayur, dan lain-lain.
2) Yang menggunakan alat pikul; pedagang sayur, pedagang buah-buahan, pedagang perabotan, pedagang kerupuk, dan lain-lain.
3) Yang mengunakan baki/baskom/kotak dan lain-lain; atau sering disebut pedagang asongan, seperti; pedagang makanan kecil, pedagang permen, pedagang rokok, dan lain-lain.
4) Pedagang atau salesman yang berdagang secara door to door (mendatangi rumah konsumen dari pintu ke pintu).
b) Pedagang kaki lima
Pedagang kaki lima, yaitu pedagang eceran yang melakukan kegiatan dagangnya di emperan toko (trotoar). Sekarang sudah ada yang menggunakan mobil box atau pick-up yang di parkir di dekat depan toko atau ada pula yag memanfaatkan sarana parker lainnya selain di depan toko.
c) Pasar berwaktu
Pasar berwaktu, yaitu pasar yang dibuka hanya pada waktuwaktu tertentu saja, seperti:
1) Pasar malam (dibuka pada malam hari saja, dengan menggunakan tempat pelataran tertentu, halaman, lapangan atau jalan yang sengaja ditutup).
2) Pasar sebulan sekali atau pasar kaget, yaitu pasar yang ada hanya sebulan sekali atau waktu-waktu tertentu saja, seperti pasar di tempat orang-orang mengambil gaji pensiunan, pasar di tempat yang ada pesta besar, bazaar, dan sebagainya. Para pedagang yang ada di pasar-pasar itu umumnya terdiri dari berbagai macam pedagang, bahkan ada pula yang pekerjaan tetapnya bukan pedagang tetapi pada saat ada pasar atau bazaar seperti itu mereka ikut berdagang.
3) Pasar murah (setahun sekali). Yang sering diadakan organisasi wanita, pemuda, dan lain-lain.
.

Minggu, 21 Desember 2014

PEMBANGUNAN OTONOMI DAERAH



MAKALAH
PEMBANGUNAN OTONOMI DAERAH
 Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Administrasi Dan Teori Pembangunan
Dosen Pengampu: M.Siddik,S.pd,M.pd







Disusun Oleh
Fitri Wulandari
1209.12.06743
Prodi          :PAI
Lokal/semester :F/V

Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI)
AULIAURRASYIDIN
TEMBILAHAN
TAHUN AKADEMIK 2014/2015




KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Administrasi dan Teori Pembangunan”, yang disajikan berdasarkan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
                                               Makalah ini memuat tentang “Pembangunan Otonomi Daerah”. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Administrasi dan Teori Pembangunan yaitu Bapak M.Siddik,S.pd,M.pd
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih
                                           Tembilahan, Oktober 2014


Penyusun






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                 . II
DAFTAR ISI                                     . III
BAB 1 PENDAHULUAN                              . 1
A. LATAR BELAKANG                           . 1
B. RUMUSAN MASALAH                          . 1
BAB II PEMBAHASAN                              . 2
A. PENGERTIAN OTONOMI DAERAH                . 2
B. LANDASAN OTONOMI DAERAH                  . 3
C. DASAR DAN TUJUAN OTONOMI DAERAH          . 6
D. PERKEMBANGAN OTONOMI DAERAH              . 7
BAB III PENUTUP                                . 9
A. KESIMPULAN                               . 9
B. KRITIK DAN SARAN                         . 9
DAFTAR PUSTAKA


















 


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Penyelenggaraan negara harus dilaksanakan sesuai undang-undang Negara RI sehingga otonomi daerah harus ditetapkan berdasarkan pemikiran bahwa pemerintah pusat memberikan kewenagan pada pemerintah daerah secara terbatas. Oleh karena itu penyelenggaraan negara pada daerah otonom harus sejalan dengan undang-undang peraturan, dan semua ketentuan yang ditetapkan pemerintah pusat.
Didalam maslah pemerintahan pemberian otonomi merupakan suatu bentuk tanggung jawab pemerintahan pusat kepada pemerintahan daerah untuk menjalankan kewenangan, tugas, dan kewajiban didalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pemberian otonomi kepada daerah tidak berarti pemerintah pusat melepaskan semua tanggung jawab akan tetapi lebih bertanggung jawab atas penyelenggaraan Negara didaerah.

B.Rumusan Masalah
                                               Adapun rumusan masalah yang tertera dimakalah ini antara lain :
1.       Apakah yang dimaksud dengan Otonomi Daerah ?
2.       Apasajakah yang menjadi Landasan Otonomi Daerah ?
3. Apasajakah yang menjadi Dasar dan Tujuan Otonomi Daerah ?
4.       Bagaimanakah Perkembangan Otonomi Daerah

BAB II
PEMBAHASAN
PEMBANGUNAN OTONOMI DAERAH

A.Pengertian Otonomi Daerah
    Otonomi berasal dari bahasa Greek ‘auto’ berarti ‘sendiri’ dan ‘nomia’ dari asal kata ‘nomy’ berarti ‘aturan’. Otonomi berarti mengatur diri sendiri. Didalam maslah pemerintahan, pembrian otonomi berarti pelimpahan sebagian kewenangan, tugas, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan negara dari pemerintah pusat kepada pemmerintahan daerah.[1]
                                               Penyelenggaran Negara dilaksanakan sesuai dengan undang-undang dasar negara oleh karenanya pemerintah pusat berwenang merencanakan, melaksanakan, menyelenggarakan, mengawasi dan menilai pelaksanaan setiap kegiatan penyelenggaraan negara disetiap wilayah negara, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pemberian otonomi tidak lebih dari pemberian kewenagan yang terbatas kepada daerah yang masih tetap dalam batas-batas kewenangan pemerintah pusat, oleh karenaya penyelenggaraan negara pada daerah otonom tetap harus menurut dan sesuai dengan undang-undang, peraturan dan semua ketentuan yang bersifat umum maupun bersifat sektoral atau khusus. [2]
Pemberian otonomi dilaksanakan melalui disentralisasi, dekonsentrasi, penugasan dan pembantuan serat diataur dengan undang-undang nomor 32 tahun 2004 sebagaimana telah diubah sebagian dengan undang-undang nomor 8 tahun 2005. Ketentuan pelaksanaan otonomi daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP) antara lain PP no. 38 tahu 2007 tentang pembagian urusan pemerintah antar pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Disentralisai adalah penyerahan wewenang pemerintahan dari pemerintahan kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI. Dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintahan dan/atau kepada instansi vertikal dari daerah. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serat dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu dalam urusan pemerintahan.
                                               DPRD adalah lembaga daerah yang dimana didlam DPRD duduk para wakil rakyat yang menjadi penyalur aspirasi rakyat. Selain itu DPRD adalah suatu unsur penyelengara pemerintah daerah. Otonomi daerah adalah kewenangan hak dan kewajiban suatu daerah otonom untuk mengurus dan mengatur dirinya sendiri mengenai urusan pemerintahan dan mengurus berbagai kepentingan masyarakat yang berada dan menetap didalam ddaerah tersebut sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

B.Landasan Otonomi Daerah
Dari sisi sejarah penkembangan penyelenggaraan pemerintah didaerah telah dihadirkan beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku mengatur penyelenggaraan mengenai pemerintah daerah antara lain:
·         UU No.1 tahun 1945. Kebijakan otonomi daerah pada masa ini lebih menitik beratkan pada dekonstrasi. Kepala daerah hanyalah kepanjangan tangan pemerintah pusat.
·         UU No.2 tahun 1948. Mulai tahun ini kebijakan otonomi daerah lebih menitikberatkan pada desentralisasi. Tetapi lebih ada dualisme peran dikepala daerah, disatu sisi ia mempunyai peran besar untuk daerah, tapi juga masih menjadi alat pemerintah pusat.
·         UU No.1 tahun 1957. Kebijakan otonomi daerah pada masa ini masih bersifat dualisme, dimana kepala daerah bertanggung jawab penuh pada DPRD, tetapi juga masih alat pemerintah pusat.
·         Penerapan presiden No.6 tahun 1959. Pada masa ini kebijakanotonomi daerah lebih menekankan dekonstrasi. Melalui penpres ini kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat terutama dikalangan pamong praja.
·         UU No.18 tahun 1965. Kebijakan otonomi daerah menitik beratkan pada desentralisasi dengan memberikan otonomi seluas-luasnya bagi daerah, sedangkan dekonstrasi diterapkan hanya sebagai pelengkap saja.
·         UU no.5 tahun 1974. Setelah terjadinya G 30 S PKI pada dasarnya telah terjadi kevakuman dalam peraturan penyelenggaraan pemerintah dididaerah
·         UU.No 22 tahun 1999. Pemerintah daerah sebagai titik sentral dalam penyelengaraan pemerintah dan pembangunan dengan mengedepankan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.

Seiring dengan perubahan UUD Negara Indonesia tahun 1945 kebijakan tentang pemerintah daerah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahn dilatarbelakangi oleh kehendak untuk menampung semanagat otonomi daerah dalam memperjuangkan perubahan kesejahteraan masyarakat daerah. Otonomi daerah memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyusun rumah tangganya sendiri secara demokratis dan bertanggung jawab dalam bingkai Negara Kesatuan Repoblik Indonesia.[3]
                                             Adapun pemeran penting dalam otonomi daerah antara lain: APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang keuangan dan merupakan salah satu indikator penting dalam menghadapi otonomi daerah. Kedudukan faktor keuangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sangat penting. Karena pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efesien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan pembangunan dan keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar kreteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri suatu daerah otonom diharapkan mampu atau mandiri dalam membiayai kegiatan pemerintah daerah dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai proposal yang lebih kecil dan pendapatan asli daerah harus menjadi bagian yang terbesar dalam memobilitasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah.[4]

C.Dasar dan Tujuan Otonomi Daerah
                                               Pemberian otonomi kepada daerah adalah sarana untuk memperlancar penyelenggaraan negara sebagai tugas pemerintah NKRI sesuai dengan alenia keempat pembukaan UUD 1945 yaitu:
“kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanankan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat....dst”
                                               Dengan adanya ketentuan otonomi daerah seperti yang tertera dalam UUD 1945, pasal 18 ayat (2) tetap dalam kerangka NKRI, berarti pula harus tunduk dan patuh pada UU dan peraturan pemerintah pusat. Jadi, tujuan pemberian otonomi kepada daerah ialah untuk.
1. Meningkatkan dan memperlancar pembangunan didaerah, terutama dalam usaha untuk mensejahterakan masyarakat, baik dibidang ekonomi, sosial, politik, budaya, pendidikan maupun kesehatan.
2. Mempermudah dan memperlancar administrasi pemerintahan.
3. Meningkatka kualitas pengelolaan SDA maupun SDM.
4. Meningkatkan keikutsertaan masyarakat derah dalam menentukan kebijakan publik baik yang bersifat nasional maupun terbatas untuk daerah tertentu, antara lain dalam penentuan politik ekonomi nasional dan menyusun rencana pembangunan nasional.
5. Memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
6. Memperkuat pertahanan nasional disemua bidang.

D.Perkembangan Otonomi Daerah
                                               Perkembangan Otonomi pada saat sebelum tahun 1945 petama kali didirikan oleh Pemerintah kolonial belanda pada awal abad ke 20. Pemerintahan yang dijalankan oleh kolonial belanda, terdapat juga daerah-daerah yang disebut “swapraja” yang diperintah oleh raja-raja pribumi setempat. Setelah tahun 1945 didiskripsi sistem pemerintah daerah di Indonesia dengan diberlakukannya berbagai perundang-undangan tentang pemerintah daerah. Setiap undang-undang yang diberlakukan menandai terjadinya perubahan dalam sistem pemerintahan daerah dan ini sangat erat kaitannya dengan situasi politik nasional.
                                               Prinsip pemerintahan Daerah menurut UU 5/1974 yakni memiliki tiga prinsip utama diterapkan dalam sistem pemerintahan daerah, yaitu: Desentralisasi, Dekonstrasi dan Tugas perbantuan. UU 5/1974 memberikan pengertian desentralisasi sebagai pelimpahan urusan-urusan Pemerintah dari Pemerintah Pusat atau tingkat daerah diatasnya kepada pemerintah daerah untuk menjadi urusan daerah yang bersangkutan. Sedangkan untuk devinisi dekonstrasi sebagai pelimpahan kewenangan dari pemerintah atau kepala wilayah atau kepala instansi vertikal kepada pejabat-pejabatnya didaerah. Tugas pembantuan diartikan sebagai kewajiban pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan oleh pemerintah pusat. Adapun biaya dan peralatannya untuk menjalankan tugas tersebut menjadi tanggung jawab yang menugaskan. Pelaksanaan dekonstrasi dan desentralisasi tersebut telah menyebabkan ada dua jenis pemerintahan didaerah,
1. Pemerintahan atas dasar desentralisasi adalah melahirkan adanya pemerintah daerah otonom.
2. Adanya pemerintah wilayah atas atas dasar konsep dekonstrasi.
Kedua tingkatan pemerintahan provinsi dan kabupaten atau kota madya mempunyai dua jenis pemerintahan yaitu pemerintahan otonom dan administratif. Namun untuk menghindari tumpang tindih dan pemborosan kedua struktur pemerintah tersebut diintegrasikan menjadi satu.




BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
                                               Otonomi berarti mengatur diri sendiri. Didalam maslah pemerintahan, pembrian otonomi berarti pelimpahan sebagian kewenangan, tugas, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan negara dari pemerintah pusat kepada pemmerintahan daerah.yang menjadi landasan Otonomi Daerah antara lain :
UU No.1 tahun 1945, UU No.2 tahun 1948, UU No.1 tahun 1957, Penerapan presiden No.6 tahun 1959, UU No.18 tahun 1965, UU no.5 tahun 1974danUU.No 22 tahun 1999
Pemberian otonomi kepada daerah adalah sarana untuk memperlancar penyelenggaraan negara sebagai tugas pemerintah NKRI sesuai dengan alenia keempat pembukaan UUD 1945
Perkembangan Otonomi pada saat sebelum tahun 1945 petama kali didirikan oleh Pemerintah kolonial belanda pada awal abad ke 20. Pemerintahan yang dijalankan oleh kolonial belanda, terdapat juga daerah-daerah yang disebut “swapraja” yang diperintah oleh raja-raja pribumi setempat. Setelah tahun 1945 didiskripsi sistem pemerintah daerah.

B.kritik dan Saran
   Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini jauh dari kata-kata sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini sangat kami harapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Wiroatmojo Piran. DKK. Otomomi dan Pembangunan daerah. 2008. Jakarta: LAN
Amankeun.blogspot.com  diakses pada hari rabu 5 November 2014
Id.slideshare.net/septianraha/makalah diakses pada hari kamis 6 November 2014



[1]Piran. Wiroatmojo. DKK, Otomomi dan Pembangunan daerah, 2008 ,Jakarta: LAN, Hal.5
[2]ibid
[3]Amankeun.blogspot.com  diakses pada hari rabu 5 November 2014
[4]Id.slideshare.net/septianraha/makalah diakses pada hari kamis 6 November 2014